Selasa, Juli 10, 2007

Nawangan di 10 Juli

10 07 07
18:38:47

Bu vita, maaf tadi capek naik gunung. Sampe di ngetep cuma dianggurin, hbsnya tadi g ada kabar sblmnya. Sampe sekarang ngerasa ga enak, maaf ya bu. @wina


Sms itu datang dari salah satu pengurus UPK (Unit Pengelola Keuangan) “Barokah”, tempat aku dan partnerku Mr. Rohman menjadi fasilitator. Kami (aku dan Mr. Rohman) berangkat dari LPPM Univ. Muhammadiyah Ponorogo untuk mendampingi UPK khususnya, pada program pengembangan desa model/binaan gerdu taskin tahun 2007 di Desa Ngromo Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan. Tapi bukan masalah dari mana aku berangkat mendampingi. Yang paling penting adalah sms dari salah satu pengurus UPK tadi.

Mbak Wina, usianya terpaut dua tahun dibawahku. Aku pernah tanya ke dia terakhir sekolah dimana, tapi aku lupa untuk mengingatnya. Selain beda usia, kita juga beda status. Dia sudah menikah. Anaknya satu, laki-laki, umurnya sekitar dua tahunan.

Pagi di tanggal Mbak Wina sms, memang aku dan partnerku datang ke desa yang kita dampingi. Untuk koordinasi kembali.
Kali ini aku dan partnerku datang lebih pagi, dan baru kali ini pula kita datang paling awal di balai desa. Biasanya kita ditunggu. Hehehehe, gantian ceritanya.

Nawangan,
memang satu dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Jaraknya cukup jauh dari ibukota Kabupaten, tempat aku dan Mr. Rohman tinggal, 50 km, dengan jalan berliku, naik turun dan sempit serta dingin (mirip udara kota Batu, Malang atau Tawangmangu, Karanganyar). Sekitar 1,5 jam perjalanan. Orang Nawangan lebih dekat untuk pergi ke Kabupaten Ponorogo dan Daerah Purwantoro, Kabupaten Wonogiri daripada ke Pacitan.

Balik ke isi sms dari mbak Wina. Rasa rikuh dan ga enak.
Itu karena aku, Mr. Rohman, pak kades baru, dan pengurus UPK lainnya bertandang ke rumahnya.
Aaaaaaaaaaaaah......jauh banget dari jalan raya, tempat balai desa dan sekretariat UPK berada. Jalannya yang naik dan ‘pradenan’ alias belum diaspal karena masih berupa tatanan batu-batu agak besar, berkelok-kelok sekitar 2 kilometer.
Makanya Mbak Wina bilang naik gunung.
Na temen pengurus UPK lainnya bilang dari komentar temennya, ini tu sidratul muntaha, hehehehehe...............iya juga ya, mungkin karena letaknya yang tinggi jadi kalo mo ke langit cepet.

Rumahnya sederhana. Masuk ke dalam ada bau tanah. Ya, belum ada lantai keramik seperti rumah-rumah orang kota. Masih tanah. Kursi tamu satu set. Sederhana juga. Televisi jaman dulu. Ada hiasan foto-foto didinding. Dindingnya dari kayu. Mirip kayak rumah jaman dulu. Ada lemari atau bifet kalo ibuku bilang, di dekat pintu masuk ke dapur, kayaknya.

Soal dianggurin.
Itu sebenarnya karena ga ada camilan yang melengkapi suguhan kopi panas kami. Oya, kopi itu dicampur jahe. Desa Ngromo memang penghasil jahe gajah. Banyak banget petaninya. Dan pendampingan dari LPPM Univ. Muhammadiyah Ponorogo salah satunya mau membuat ekstrak jahe gajah.
Kopi panas dengan campuran jahe itu enak banget. Kopi asli, yang masih ada pasir-pasir kopinya. Bukan instan. Enak dan nikmat tentunya. Maklum aku kedinginan di sana. Dan jangan salah, kalau disuguhin minuman panas ga cepet diminum, alamat jadi es. Saking dinginnya udara. Penduduk Ngromo kayake ga butuh kulkas deh.

Camilan, camilan, ternyata bikin orang merasa ga enak.
Mungkin kebiasaan orang-orang desa yang membuat si tamu bagai layaknya raja. Sama ya kayak sahabat apa malah Rasul? Aku lupa. Yang rela berlapar ria yang penting tamunya dijamu dengan baik.
Suguhan pendamping minuman mestinya ada. Apalagi tamu jauh. Na ini, kripik tela atau rengginangpun ga ada.

Sebenarnya aku ga da masalah. Kalo ga ada ga perlu diada-adain. Malah menyiksa diri. Aku tahu maksud mbak wina baik.

Orang desa memang ramah luar biasa. Apalagi kalau ada yang punya niat bantu desa mereka, dengan pikiran yang mereka punya plus tenaga kalo mampu, hehehehehe. Itu kadang yang membuat aku merasa risih. Terlalu di ‘uwongke’. Biasa aja lagi. Fasilitator juga manusia.

Pas perjalanan pulang kita nglewati tetangga kanan kiri Mbak Wina. Ada diantara rumah yang kita lewati rumah seorang nenek tua. Beliau lagi di depan rumah nya yang rumah bambu, menguyah sirih alias nginang. Padahal kan ga kenal dengan kita, mana beliau lebih tua..................tapi kita disapa dengan ramah trus disuruh mampir ke rumahnya. Bukannya ga mau tapi kalau kita bener-bener mampir yang ada malah merepotkannya selain kita juga kejar waktu, sudah terlalu siang.

Oya, hampir aku lupa. Sebelum ke rumah Mbak Wina, kita mampir ke ‘alas jahe’. Lumayan ngeri juga. Ngerinya lebih karena takut jangan-jangan ada uler, ada ini ada itu. Untungnya aja pak parno yang punya ‘alas jahe’ ga nunjukiin semua kebunnya yang sekian hektar, aku lupa, ke kita, yang ada bakalan gempor-gempor deh kaki.

14.00 WIB. Alhamdulillah nyampe juga kita di pusat kota Pacitan lagi dengan selamat dan tentunya cuaca yang bersahabat.

Tidak ada komentar: