Sabtu, Maret 07, 2009

Haruskah Nujuh Bulan?

Baca selengkapnya di Majalah Alia 2006 Edisi Khusus Generasi Islami :-)

Uuuuuugggghhh…Capek Deh!!!

KPC Memang Luar Biasa! (Tribun Kaltim, 05 Maret 2009)


Siapa tidak ngiler kepada perusahaan tambang batu bara –konon produksinya terbesar di dunia- PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bumi Resources (BR) kepunyaan Kelompok Bakrie. Mengapa? Karena tahun 2009 ini, KPC sudah membuat langkah tegap maju pesat luar biasa, dengan cara meningkatkan kapasitas produksi dari 48 juta ton/tahun menjadi 70 juta ton/tahun.

Berapa sih nilai uang yang akan dihasilkan apabila benar angka produksi tercapai? Hitung saja 70.000.000 ton x 100 dolar AS = 7.000.000.000 dolar AS. Seandainya kurs rata-rata Rp. 12.000/dolar, maka setahun hasil penambangan batu bara dari perut bumi Kutai Timur (Kutim) itu mencapai Rp. 94.000.000.000.000. Mudahnya sebut saja Rp. 94 triliun.

Wualah angka yang sangat luar biasa! Sebenarnya Gubernur Awang Faroek Ishak tak usah harus capai-capai ’nyales’ didepan para investor luar negeri, untuk mengembangkan seluruh rencana pembangunan misalnya rel KA Rp. 12 triliun, Kilang Minyak Pertamina Balikpapan Rp. 20 triliun, jembatan penyeberangan Balikpapan-PPU Rp. 4,3 triliun, pengembangan pelabuhan intersuler Maloy Rp. 10 triliun, pembangunan jalur free way Balikpapan-Samarinda-Sengatta-Bontang Rp. 12 triliun.

Sebenarnya secara matematis, cukup dari hasil tambang PT. KPC selama setahun saja, maka urusan pembangunan ’mega proyek’ itu bisa terselesaikan. Kaltim tidak usah mengemis ke pemerintah pusat, apalagi blingsatan menengadahkan tangan kepada investor asing. Pemerintah sudah diberi amanat dan wewenang seluas-luasnya oleh UUD 45, GBHN, UU dan seluruh perangkat peraturan dibawahnya untuk mengelola sumber daya alam negeri ini –termasuk wilayah Kaltim- demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Apakah itu sudah tercapai? Rakyat miskin bakal terpingkal-pingkal bila ada satu saja pemimpin negeri yang berani mengatakan bahwa pemerintah sudah melaksanakan amanat itu secara baik dan benar. Kenyataannya –data kurang akurat- sekarang masih ada sekitar 40 juta penduduk Indonesia miskin. Kemarin kita membaca dan mendengar Gubernur Kaltim Awang meneken sebuah Memorandum of Agreement (MoA) dengan penguasa Emirat Ras al Khaimah, satu diantara ’10 negeri’ Uni Emirat Arab yang akan mendanai pembangunan rel kereta api di Kaltim sebesar 1 miliar dolar sekitar Rp. 12 triliun.

Dari satu segi barangkali ini bisa disebut kesuksesan. Seorang Gubernur berhasil memasarkan daerahnya, mampu mengundang investor masuk menanamkan modal. Kelak barangkali masih banyak lagi proyek-proyek laku ‘dibeli’ oleh para pemilik modal untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam Kaltim yang konon bakal menjadi lumbung energi Indonesia itu.

Sebaliknya, bisa pula disebut sebuah kegagalan, karena pemerintah Indonesia, Kaltim dan daerah ini tak mampu memanfaatkan sumber daya alam ini secara mandiri. Sebagai bukti kekayaan batu bara di Kutim saja setahun nilai produksinya Rp. 94 triliun tak menetes secara baik dibumi ini. Padahal kandungan batu bara disana, diperkirakan masih bisa dikeduk sampai 20 tahun ke depan. Maknanya, 20 tahun ke depan Kaltim bakal menghasilkan dana sebesar Rp. 1.880 triliun.

Gila bukan! Persoalannya sekali lagi, kekayaan itu sudah tergadaikan kepada para juragan uang termasuk Bakrie Group sampai puluhan tahun ke depan. Kelak kita bakal kecewa untuk kesekian kalinya, manakala sumber daya alam Bumi Etam ini jatuh dan diserahkan ‘secara sadar’ kepada para juragan uang. Berani dan mampukah, penguasa kita membalik keadaan. Membangun secara mandiri!